Senin, 27 Juni 2022

Roadtrip Magetan - Solo - Madiun

Saya sengaja gak terlalu banyak berekspektasi dalam perjalanan kali ini, cuma pengen ke Bluder Cokro aja karena saya tau kakak ipar itu orangnya spontan (uhuy!), kadang suka tiba-tiba punya ide dadakan kayak tahu bulat. Daripada saya bikin rencana untuk ke banyak tempat tapi malah batal dan berakhir kecewa, jadi mending dibikin santai aja.

Baca juga: Roadtrip Sidoarjo - Madiun - Magetan

Bener aja dugaan saya, kakak ipar yang tadinya fix bakal langsung balik ke Malang setelah acara arisan selesai eh tiba-tiba mengajak lanjut ke Solo tapi gak pakai menginap. Karena memang kami sudah booking hotel di Madiun, jadi gak masalah dengan rencananya yang dadakan tersebut karena jarak tempuh Solo-Madiun cuma 1 jam jika lewat tol sehingga gak terlalu capek banget lah.

Solo sih harusnya udah dekat kalau lewat Tawangmangu, tapi karena Kakak Ipar ada keperluan mau ketemu temannya di Kota Magetan jadi kami turun lagi ke bawah dan naik tol Ngawi. Ternyata dari Magetan ke tol Ngawi lumayan jauh dan harus lewat jalan provinsi yang kecil dan agak bergeronjal bareng truk dan Sugeng Rahayu CS, ya. Beda kalau dari Madiun yang pintu tolnya gak begitu jauh dari pusat kota.

Saat di tol, kami terpisah dari rombongan kakak ipar karena ya harap maklum Jet Bus versus LCGC, gak mampu mengimbangi kecepatannya, hahaha.

Karena ipar-ipar gak ada yang bisa dihubungi saat itu, jadi kami memutuskan untuk langsung turun di tol Karanganyar yang lebih dekat dengan pusat Kota Solo. Logikanya pasti rombongan kakak ipar bakal ke pusat kota juga.

Karena bertepatan dengan hari raya Imlek, jadi saat lewat Pasar Gede banyak lampion berwarna merah dipasang. Selain itu, saat malam hari sepertinya bakal ada event seperti Pasar Malam di sekitar sana. Duh, jadi inget dulu sebelum pandemi terakhir liburan ke Solo dan pas banget juga saat menjelang Imlek.


Masjid Agung Kraton Surakarta


Ternyata para ipar turun di tol dekat bandara Solo dan berhenti di toko oleh-oleh. Karena jarak dari pusat kota lumayan jauh, kami pun memutuskan untuk menunggu di Masjid Kraton.

Ini pertama kalinya kami ke Masjid Kraton Surakarta, biasanya cuma lewat saja. Suasananya syahdu banget saat menjelang magrib, ditambah langit sore itu berwarna oranye kemerahan.

Beruntung banget kami datang sebelum waktu magrib tiba, jadi bisa menikmati suasana senja di Masjid Kraton yang tenang sambil menunggu kabar dari pada ipar. Begitu magrib tiba, pengunjung jadi makin ramai sampai parkiran full.


Ayam Goreng Mbah Karto Tembel


Selama perjalanan ke Solo, saya dan suami menebak-nebak kakak ipar mau ke mana. Kalau saya menebak pasti ke kuliner yang viral, unik, atau hits. Tebakan saya sih Sate Buntel, ternyata saya salah, Kakak Ipar mengajak ke Ayam Goreng Mbah Karto Tembel, Sukoharjo yang jadi langganannya Pak Jokowi.

Ayam Goreng Mbah Karto Tembel sebenarnya ada cabang di pusat Kota Solo tapi cuma buka sampai sore. Jadi lah kami lanjut ke Sukoharjo, sekitar 25 menitan dari pusat Kota Solo.

Kami harus berpacu dengan waktu untuk sampai ke Ayam Goreng Mbah Karto Tembel karena saya lihat di google Maps tutupnya jam 8 malam sedangkan saat itu waktu menunjukkan udah jam 6 lebih, mana lagi long weekend. Takutnya sampai tempat, udah kehabisan ayam gorengnya.

Karena sampai lebih dulu dari rombongan ipar, pak suami diminta untuk memesankan menu. Saking takutnya kehabisan, pak suami langsung parkir buru-buru dan turun dari mobil untuk memesan. Saya dan anak-anak menunggu di mobil. Rempong dan bakal memakan waktu kalau harus nunggu semua pasukan turun.

Alhamdulillah, kami masih kebagian ayam gorengnya. Tepat setelah kedatangan kami, ada rombongan lain yang baru datang dan gak kebagian ayam goreng, fyuuh.

Ayam Goreng Mbah Karto Tembel ini tipikal ayam goreng yang diungkep bumbu kuning kemudian baru digoreng. Disajikan sudah dalam bentuk potongan lengkap dengan lalapan dan 2 jenis sambal.


Saran saya kalau makan di sini, pesan bagian paha karena dagingnya lebih empuk serta bumbunya lebih meresap sampai ke dalam. Kalau yang bagian dada, dagingnya agak keras dan anyep.

Selain ayam gorengnya, saya juga suka dengan teh di sini karena tipikal teh yang pekat, wangi, dan ada rasa sepatnya. Khas teh yang biasa ada di Wedangan lah.

Biasanya kuliner legendaris dan terkenal di suatu kota harganya suka agak mahal, tapi gak dengan Ayam Goreng Mbah Karto Tembel, total 16 porsi ayam goreng lengkap dengan nasi, minum, dan kerupuk hanya Rp 400 ribuan saja. Kaget banget, kirain bakal habis di atas Rp 500 ribu.


Pasar Gede Solo

Dari Ayam Goreng Mbah Karto Tembel, kami kembali ke pusat Kota Solo untuk melihat keramaian momen Imlek di Pasar Gede.

Lagi-lagi, kami tertinggal dari rombongan karena saya salah menentukan titik lokasi. Ternyata yang kami tuju adalah Pasar Gede Klaten, bukan Pasar Gede Solo sehingga harus putar balik ke jalur yang benar. Untung aja belum salah jalur terlalu jauh.

Sampai parkiran Pasar Gede, udah kuatir aja pasti ipar-ipar udah nunggu lama atau jangan-jangan mereka udah keliling jauh ke mana-mana.

Eh ternyataaa, mereka masih terjebak macet di dekat Jalan Slamet Riyadi. Ceritanya untuk menuju ke Pasar Gede, kami diarahkan oleh Google Maps untuk ke area belakang pasar lewat jalan pinggiran kota yang gak terlalu ramai. Sedangkan ipar-ipar diarahkan oleh Google Maps untuk lewat Jalan Slamet Riyadi di mana ternyata macet banget sampai gak gerak sama sekali.

Akhirnya kami memutuskan untuk parkir mobil dulu, dan berjalan kaki menuju ipar-ipar yang sedang terjebak macet.


Begitu ketemu jet busnya ipar-ipar, saya langsung nyamperin dan ngajak semua untuk turun karena lokasi Pasar Gede sudah dekat banget. Daripada cuma diam di mobil yang jalannya cimit-cimit.

Dan ternyata keputusan yang tepat mengajak ipar-ipar untuk turun karena begitu sampai Pasar Gede, lampu lampionnya dimatikan semua dan polisi yang berjaga meminta pedagang dan pengunjung untuk segera meninggalkan lokasi. Lumayan lah udah bisa lihat lampion meskipun berada di tengah kerumunan orang. Jujur, agak degdegan juga, kok bisa-bisanya kami nekat berkerumun dengan banyak orang begitu, heuheu.



Dari jauh kami melihat di lantai 2 Pasar Gede sepertinya ada cafe dan masih buka. Kakak ipar pun langsung mengajak untuk ke sana aja karena bingung juga mau ngapain lagi.

Saat akan memesan menu, ternyata cafe tersebut sudah close order tapi kami diijinkan untuk duduk di sana. Sayang sekali padahal suasana cafenya asyik banget dengan suasana vintage serta pemandangan jalanan pasar di malam hari.

Karena gak ada kerjaan, saya iseng keliling ke bagian lain lantai 2 Pasar Gede tersebut. Dan Ternyata ada semacam pujasera di balkon pasar dan masih banyak toko yang buka termasuk salah satunya kedai kopi. Akhirnya kami pun nongkrong di sana sambil ngopi-ngopi dan menikmati suasana malam.


Setelah puas nongkrong di lantai 2 Pasar Gede, kami pun memutuskan untuk kembali ke Madiun dan berpisah dengan ipar-ipar. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, pak suami udah mulai ngantuk. Jujur, jadi agak menyesal kok gak booking hotel di Solo aja. Selama perjalanan saya udah bayangin bakal bisa kulineran malam di Solo tipis-tipis, minimal bisa lah dapat Nasi Liwet dan Shijack. Eh ternyata waktunya habis untuk menembus keramaian Imlek, heuheu.


Sun Hotel Madiun


Kami tiba di Madiun sekitar jam 12 lebih, hampir jam 1 dini hari deh kayaknya. Hotel yang kami inapi malam itu adalah Sun Hotel yang berada satu area dengan Sun City Plaza Madiun. Hotel ini adalah salah satu yang harganya masih masuk akal ketika long weekend saat itu.

Kamarnya cukup luas dan bersih dengan fasilitas standar hotel bintang 3 lah, AC, WiFi, meja kerja, LCD TV, kamar mandi dengan shower air hangat, dan teko listrik. Gak sebagus Aston Hotel Madiun tapi buat nginep semalam aja apalagi check in ketika dini hari rasanya udah lebih dari cukup untuk kami.

Baca juga: Mudik ke Madiun, Nginapnya di Aston Madiun Hotel & Conference Aja

Kami hanya menyewa kamar tanpa sarapan di Sun Hotel sehingga kurang tau bagaimana rasa menu sarapan di sini. Di Madiun sudah ada Gojek, oleh karena itu untuk sarapan kami memilih delivery order saja sedangkan untuk makan siang, kami memilih D'cost Restaurant yang berada di halaman parkir Sun City Plaza jadi gak perlu masuk mall.


Kami memanfaatkan waktu selama di Sun Hotel untuk beristirahat sampai harus check out melebihi batas waktu karena emang capek banget setelah kemarinnya beraktivitas seharian sampai dini hari ditambah harus jalan kaki jauh di Pasar Gede.

Setelah check out dan makan siang, kami memutuskan langsung pulang saja ke Sidoarjo karena udah gak minat mau keliling lagi. Apalagi saat itu Madiun sedang hujan, jadi gak banyak tempat yang bisa jadi pilihan untuk dikunjungi.

Akhirnyaaa cerita Madiun-Magetan-Solo ini selesai juga. Padahal udah ngedraft sejak lama, tapi tiba-tiba mood buat nulis hilang. Ya begitulah kalau jadi blogger abal-abal, mengedepankan mood daripada keberlangsungan blog. Makanya gini-gini mulu, gak ada kemajuan, huehehehe. Sampai jumpa di cerita perjalanan berikutnya, semoga bisa lebih rajin lagi, yaaa.


1 komentar:

  1. Aku jadi inget pas kita ketemuan di solo 😄. Aku malah belum pernah ke solo di saat lagi banyak lampion gitu mba. Baguuus yaaa, jadi latar foto.

    Road trip ramai2 dengan sodara gini sebenernya asik sih. Apalagi kalo semuanya suka jalan, ga berasa capek nya. Palingan baru pegel pas bangun tidur besok hari 😅.

    Madiun aku belum pernah. Tapi Magetan udah. Salah satu kota fav, Krn dingin dan salah satu anak asuhku juga orang Madiun. JD kangen ke sana...❤️

    BalasHapus

Hai, terimakasih sudah berkunjung. Komentar saya moderasi ya, capek cyiin ngehapusin komentar spam :D

Kalau ada pertanyaan, silahkan kirim email ke MeriskaPW@gmail.com atau Direct Message ke instagram @MeriskaPW, sekalian follow juga boleh :p