Sabtu, 20 Juni 2020

Menghadapi Kebakaran Hutan dan Lahan di Tengah Pandemi Covid-19



Lebih dari sebulan belakangan ini saya merasa hawa di Sidoarjo lebih gerah daripada biasanya. Jika merujuk dari aplikasi di ponsel, suhu di siang hari bisa mencapai 31-34 °C. Bahkan hujan yang masih turun sesekali pun kadang tak mampu mengatasi hawa panas yang terasa. Sepertinya Indonesia mulai masuk musim kemarau ya?

Prakiraan Musim Kemarau Indonesia Tahun 2020


Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sebanyak 17.0 % dari 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia di tahun 2020 ini diprediksi akan mengawali musim kemarau pada bulan April 2020, yaitu di sebagian kecil wilayah Nusa Tenggara, Bali, dan Jawa. Sedangkan 38.3% wilayah akan memasuki musim kemarau pada bulan Mei 2020 yaitu meliputi sebagian Bali, Jawa, Sumatera, dan sebagian Sulawesi. Dan 27.5% di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua memasuki awal musim kemarau di bulan Juni 2020. Puncak musim kemarau sendiri diprediksi akan terjadi di bulan Agustus 2020.

Secara umum musim kemarau tahun 2020 ini diperkirakan akan lebih basah dari musim kemarau tahun lalu. Meski begitu, tetap perlu diwaspadai 30% ZOM akan mengalami kemarau lebih kering dari kisaran normalnya. Selain itu BMKG juga menghinbau untuk tetap waspada akan dampak dari musim kemarau seperti bencana kekeringan meteorologis, ketersediaan air bersih, serta kebakaran hutan dan lahan terutama pada wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau yang lebih kering seperti sebagian Aceh, sebagian pesisir timur Sumatera Utara, sebagian Riau, Lampung bagian timur, Banten bagian selatan, sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah bagian tengah dan utara, sebagian Jawa Timur, Bali bagian timur, NTB bagian timue, sebagian kecil NTT, Kalimantan Timur bagian tenggara, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, serta Maluku bagian barat dan tenggara.

Kebakaran Hutan dan Lahan Indonesia Tahun 2020


Rupanya kebakaran hutan dan lahan masih menjadi bencana tahunan di negeri ini khususnya saat memasuki musim kemarau. Berdasarkan titik api satelit Terra/Aqua Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di awal Mei lalu sudah muncul 700 titik kebakaran dan pada 11 Juni lalu terpantau sudah bertambah menjadi 731 titik yang tersebar di Provinsi Riau, Sulawesi Selatan, dan Kepulauan Riau. Selain itu ditemukan juga beberapa hotspot yang berpotensi menjadi titik api di wilayah Sumatera Selatan dan Jambi.

Kasubdit Pencegahan Karhutla PKHL, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK, Anis Iliati mengatakan bahwa dibanding dengan tahun lalu pada periode yang sama terjadi penurunan titik kebakaran sebanyak 335 titik atau sebesar 31.43%. Akan tetapi tentu saja kita tetap harus waspada dalam menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan ini karena puncak musim kemarau belum juga terlewati.

Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia


Tidak ada asap jika tidak ada api, tidak ada akibat bila tidak ada sebabnya, begitu pun yang terjadi pada bencana tahunan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Secara garis besar, faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu, faktor alami dan faktor dari perbuatan manusia.

Faktor Alami

Salah satu faktor alami terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah kemarau panjang yang mengakibatkan tanaman menjadi sangat kering dan berpotensi menjadi bahan bakar yang potensial jika terkena percikan api yang bersumber dari sambaran petir, aktivitas vulkanis, atau ground fire yang muncul dari lapisan tanah karena kemarau panjang.

Faktor Perbuatan Manusia

Terjadinya kebakaran hutan dan lahan akibat faktor perbuatan manusia antara lain disebabkan oleh aktivitas berikut.

  • Pembukaan Lahan
Sampai saat ini membuka lahan baru dengan cara pembakaran masih menjadi pilihan banyak masyarakat pertanian mau pun korporasi karena biaya yang dikeluarkan relatif murah serta lebih efisien dari segi waktu. Namun sayangnya pembukaan lahan baru dengan cara pembakaran menimbulkan banyak efek negatif untuk lingkungan seperti terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

  • Illegal Logging
Pembalakan liar atau lebih dikenal dengan istilah illegal logging menjadi ancaman bagi keberlangsungan ekosistem. Kegiatan penebangan pohon seharusnya dilakukan sesuai aturan agar tetap mendukung kelestarian lingkungan. Jika penebangan dilakukan secara liar maka akan mengakibatkan deforestasi atau hilangnya tutupan hutan yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan.

  • Kebutuhan Makanan Ternak
Sebagian besar masyarakat di sekitar kawasan hutan memiliki ternak sebagai usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Dan guna memenuhi kebutuhan rumput yang berkualitas bagus serta memiliki tingkat palabilitas tinggi untuk ternak mereka, biasanya masyarakat harus membakar kawasan padang rumput yang tidak produktif. Padang rumput yang sudah terbakar nantinya akan menumbuhkan rumput baru dengan kualitas baik dan kandungan gizi yang tinggi. Akan tetapi lokasi padang rumput yang berdampingan dengan hutan juga rawan menimbulkan kebakaran bagi hutan di sekitarnya.

  • Kurangnya Kesadaran Masyarakat akan Lingkungan
Entah sudah berapa banyak berita di media yang menyiarkan terjadinya kebakaran akibat hal sepele karena kelalaian manusia seperti membuang puntung rokok sembarangan di hutan atau meninggalkan sisa api unggun dalam kondisi masih ada bara apinya. Bahkan ada juga kebakaran yang terjadi akibat pantulan matahari melalui botol kaca yang ditinggal pemiliknya. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya kesadaran masyarakat akan lingkungan. Mereka tak sadar bahwa perbuatan negatif yang terlihat sepele pun dapat menimbulkan efek besar bagi sekitar.


Dampak Buruk Kebakaran Hutan dan Lahan


Sebagai bencana nasional yang terjadi tiap tahun tentu saja kebakaran hutan dan lahan tak ayal membawa sejumlah dampak negatif di berbagai sektor seperti lingkungan, ekonomi, mau pun dari segi kesehatan.

  • Lingkungan

Selain mengakibatkan berkurangnya tutupan lahan, kebakaran hutan dan lahan juga berakibat pada meningginya emisi gas penyebab efek rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), Karbon Monoksida (CO), dan Metan (CH4).

Guru Besar Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Prof Bambang Hero Saharjo mengatakan bahwa emisi gas akibat kebakaran di tahun 2019 hampir sama dengan emisi gas yang dihasilkan dari kebakaran tahun 2015. Dan emisi gas sebesar itu terjadi dalam kurun waktu hanya 1.5 bulan.

Meningkatnya emisi gas ini mengakibatkan menebalnya gas rumah kaca di bumi yang memiliki fungsi menjaga agar suhu bumi tidak terlalu dingin. Semakin tebal gas rumah kaca yang menyelimuti bumi membuat panas dari matahari makin banyak yang terperangkap di bumi sehingga terjadilah pemanasan global yang membuat suhu di bumi makin hangat, es di kutub mencair, serta naiknya permukaan air laut. Jika pemanasan global ini terus terjadi, maka diprediksi daratan di bumi ini akan hilang dan manusia akan kehilangan habitatnya.

  • Ekonomi
Kerusakan aset, terganggunya jadwal penerbangan, hingga terhentinya aktivitas ekonomi merupakan salah satu akibat dari terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Hal tersebut tentu juga menimbulkan kerugian materi baik untuk negara mau pun masyarakat.

Bank Dunia menyatakan bahwa kebakaran di tahun 2019 lalu menghasilkan kerugian hingga 157 juta Dollar AS untuk kerusakan aset dan 5 milliar Dollar AS karena kehilangan potensi dari kegiatan ekonomi.

  • Kesehatan
Zat-zat yang terkandung dalam asap kebakaran hutan dapat menimbulkan iritasi mata serta gangguan saluran pernafasan. Pada anak-anak, asap akibat kebakaran juga dapat mengganggu penyerapan gizi yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan. Efek kronis menghirup asap kebakaran juga dapat mengakibatkan keguguran pada ibu hamil, memicu timbulnya sel kanker dalam tubuh, hingga kematian.


Upaya Pencegahan


Beberapa bulan belakangan ini pemerintah disibukkan dengan pandemi Covid-19 yang memakan banyak korban serta melumpuhkan berbagai sektor ekonomi. Belum juga pandemi ini berlalu, kini pemerintah sudah harus dihadapkan pada bencana tahunan kebakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu beberapa upaya pencegahan telah dilakukan pemerintah yang bekerja sama dengan sektor terkait demi mengurangi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

KLHK sebagai dinas yang bertanggungjawab dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan hingga saat ini selalu memantau pertambahan hotspot dan segera mengambil tindakan pencegahan agar hotspot tersebut tidak sampai berubah menjadi titik api.

Selain itu, pemerintah juga menyelenggarakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan cara mengisi embung dan membasahi lahan gambut sebagai langkah antisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Upaya edukasi pada masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan wabah Covid-19 juga terus dilakukan dengan menerjukan langsung tim satgas penanggulangan bencana di lapangan.

Menghadapi Kebakaran Hutan dan Lahan di Tengah Pandemi Covid-19


Asap akibat terjadinya kebakaran hutan dan lahan dapat menimbulkan efek bagi kesehatan paru-paru sedangkan sebagaimana diketahui, saat ini kita tengah menghadapi pandemi Covid-19 yang juga tak kalah berbahaya bagi kesehatan paru-paru. Lalu langkah apa yang sebaiknya dilakukan dalam menghadapi terjadinya bencana kebakaran hutan dan  lahan di tengah pandemi ini?

Beberapa literatur menyebutkan bahwa udara dan asap meninkatkan penyebaran virus corona dengan meningkatnya peluang virus melayang lebih lama di udara pada kondisi aerosol yang diciptakan asap. Selain itu, orang dengan masalah pernapasan bawaan sebelumnya merupakan kelompok yang rentan dengan virus ini. Oleh karena itu selain melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan, pemerintah juga perlu menyiapkan sarana perawatan yang memadai sebagai antisipasi terjadinya lonjakan pasien gangguan pernapasan baik karena asap kebakaran mau pun karena virus Covid-19 itu sendiri. Penyediaan masker juga harus diperbanyak sebagai alat pelindung diri bagi masyarakat mau pun tenaga medis.

Dr Feni Fitriani Sp.P(K), Ketua Pokja Paru dan Lingkungan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyarankan bagi mereka yang berada di wilayah terdampak kebakaran hutan dan lahan untuk selalu memperhatikan tanda-tanda perubahan cuaca akibat kebakaran seperti berkurangnya jarak pandang, tertutupnya pemandangan suatu bangunan, atau melalui informasi Air Quality Index. Selain itu masyarakat diharap tetap menjalankan protokol kesehatan seperti selalu memakai masker serta tidak keluar rumah jika tidak ada urusan yang mendesak. Kalau pun terpaksa harus keluar rumah, harus mempertimbangkan juga jarak dan waktu tempuh yang akan dilalui.

Tidak mudah memang menghadapi bencana yang datangnya bersamaan sekaligus. Selain membuat kerja pemerintah makin berat, aktivitas di berbagai sektor pun terpaksa harus terhenti. Belum lagi ancaman kesehatan yang mengintai siapa saja tanpa pandang bulu. Oleh karena itu dibutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat agar bencana ini segera berlalu. Patuhi protokol yang dianjurkan dan jangan acuh pada lingkungan sekitar. Kalau bukan kita yang menjaga, lalu harus mengharap pada siapa?

Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya busa Anda lihat di sini.

Sumber Informasi dan foto.

https://www.bmkg.go.id/iklim/prakiraan-musim.bmkg.

https://m.merdeka.com/trending/penyebab-kebakaran-hutan-dampak-dan-cara-menanggulanginya-kln.html

https://foresteract.com/illegal-logging-pembalakan-liar/

https://www.mongabay.co.id/2020/05/09/jika-hutan-dan-lahan-terbakar-covid-19-kian-menyebar/

https://sumsel.idntimes.com/news/indonesia/aldzah-fatimah-aditya/klhk-tetap-fokus-cegah-karhutla-pandemik-covid-regional-sumsel/5

https://theconversation.com/kebakaran-hutan-makin-mengancam-kesehatan-penduduk-indonesia-dari-iritasi-hingga-potensi-kanker-124112

https://theconversation.com/amp/kebakaran-hutan-dan-lahan-akan-menyebabkan-masalah-kesehatan-anak-di-masa-depan-125226

https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/06/155949969/pemanasan-global-proses-penyebab-dan-dampaknya?page=2

https://money.kompas.com/read/2019/12/11/151500526/bank-dunia-kerugian-ri-akibat-kebakaran-hutan-capai-rp-7295-triliun?page=1

https://pixabay.com/id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hai, terimakasih sudah berkunjung. Komentar saya moderasi ya, capek cyiin ngehapusin komentar spam :D

Kalau ada pertanyaan, silahkan kirim email ke MeriskaPW@gmail.com atau Direct Message ke instagram @MeriskaPW, sekalian follow juga boleh :p