"Ngopi sek ben ora edan.."
Sekilas kalimat bahasa jawa yang jika dibahasa Indonesiakan memiliki arti "ngopi dulu biar enggak gila" di atas terkesan tidak penting, hanya banyolan soal kopi yang tak bermakna, namun jika ditelaah lagi sesungguhnya kalimat tersebut mengandung arti yang bisa dijelaskan bahkan dengan ilmu kimia.
Kalau sudah membicarakan soal kimia, pasti tak jauh-jauh dari kandungan suatu zat. Ya! Kandungan kafein dalam kopi dipercaya berkhasiat dalam menstimulasi kemampuan otak. Bahkan menurut penelitian, kopi dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit alzaimer. Aroma kopi yang harum juga memiliki efek menenangkan bagi yang menghirupnya. Jadi meminum kopi dapat mencegah gangguan kejiwaan alias gila, bukan hanya sekedar guyonan.
Kita patut bangga, negara kita, Indonesia merupakan penghasil kopi terbesar di dunia setelah Brazil dam Vietnam, bahkan 5 dari 10 kopi terbaik di dunia berasal dari Indonesia. Tak hanya itu, kopi luwak yang terkenal sebagai kopi termahal ini pun datangnya dari Indonesia. Tak heran jika kegiatan ngopi sudah menjadi bagian dari budaya di negara kita yang tetap bertahan bahkan makin populer saat ini.
Bicara soal budaya ngopi di Indonesia, tentunya tak bisa lepas dari keberadaan warung kopi yang banyak tersebar di penjuru negeri. Meskipun saat ini banyak cafe-cafe mahal yang menawarkan tempat ngopi dengan fasilitas yang lebih nyaman, namun hal tersebut tak membuat warung kopi di Indonesia kehilangan pelanggannya.
Jika di Jogja terkenal dengan budaya nangkring alias nongkrong di warung kopi yang populer dengan nama angkringannya, di Jawa Timur ada budaya cangkrukan yang memiliki arti kurang lebih sama dengan nongkrong atau nangkring tersebut.
Ketika awal pindah domisili ke Sidoarjo, saya sempat dibuat takjub dengan menjamurnya warung kopi sederhana di kota penyangga Surabaya ini. Di sepanjang jalan menuju tempat tinggal saya, didominasi oleh jajaran warung kopi, tak jarang satu warung kopi tepat berada di samping warung kopi lainnya. Meski begitu semua warung kopi tersebut hampir selalu ramai oleh pengunjung. Tak cuma di Sidoarjo, bahkan kota metropolitan ke dua di Indonesia seperti Surabaya pun tak luput dari sekumpulan warung kopi yang ramai digunakan untuk cangkrukan para pelanggan dari berbagai usia. Rasanya lebih mudah menemukan warung kopi di Sidoarjo dan Surabaya ketimbang cafe-cafe modern.
Ternyata, budaya cangkrukan di warung kopi ini terpengaruh dari kota Industri yang bertetangga ďengan Surabaya, Gresik. Kota Santri ini rupanya juga dikenal sebagai kota 1001 warung kopi di Jawa Timur.
Sejak abad ke 11 Gresik merupakan salah satu pusat perdagangan di Indonesia yang banyak dikunjungi oleh bangsa dari berbagai negara, oleh karena itu Gresik dahulu dikenal sebagai kota niaga. Saat itu warung kopi dianggap tempat yang tepat untuk menjamu relasi kerja sambil membicarakan kepentingan bisnis. Jumlah warung kopi di Gresik pun semakin meningkat seiring semakin pesatnya aktivitas perdagangan di kota tersebut.
Kemudian, banyak industri yang didirikan di kota Gresik, dari industri rumahan sampai industri besar. Tak hanya kota niaga, Gresik pun kini dikenal sebagai kota industri. Jam kerja yang tidak teratur serta beban pekerjaan yang berat membuat para pekerja di bidang industri memanfaatkam waktu istirahat dengan cangkrukan di warung kopi.
Kopi dijadikan sebagai doping untuk membuat pekerja tersebut tetap terjaga di jam kerja serta sebagai penghilang stres akibat tuntutan pekerjaan yang tinggi. Oleh karena itu, warung kopi pun makin laris bak kacang goreng, dan jumlahnya terus bertambah sampai saat ini. Hal tersebut yang menjadikan Gresik mendapat julukan sebagai kota 1001 kopi di Jawa Timur. Pantas saja, banyak warung kopi di Sidoarjo dan Surabaya yang menggunakan warung kopi Gresik sebagai nama warungnya.
Sayangnya, budaya cangkrukan di warung kopi tak jarang sering mendapat penilaian negatif dari masyarakat, karena dianggap sebagai kegiatan para pemalas yang hanya buang-buang waktu. Apalagi jika ada kaum hawa yang ikut dalam kegiatan nyangkruk di warung kopi, pandangan negatif sudah pasti akan melekat di wajahnya. Oleh karena itu warung kopi saat ini lebih banyak diisi oleh para pelanggan pria. Hal ini membuat citra warung kopi diartikan sebagai tempat sekumpulan kaum adam membuang waktu dengan cara menyeruput segelas kopi ditemani kepulan asap rokok yang membumbung memenuhi ruangan. Semakin kuatlah pandangan masyarakat bahwa warung kopi bukan tempat yang pantas bagi perempuan.
Padahal esensi cangkrukan di warung kopi bukan hanya sekedar tempat nggedabrus ngalor ngidul gak jelas. Warung kopi sebagai bagian dari budaya Indonesia harusnya tak dipandang sebelah mata, karena di sanalah sesungguhnya kita dapat melihat karakter asli orang Indonesia yang katanya penuh dengan keramahan tersebut.
Warung kopi harusnya diartikan sebagai tempat di mana semua kalangan bisa masuk ke dalamnya, dari yang bersarung sampai bercelana kain, yang bersandal jepit sampai bersepatu pantofel, dari yang berkaos oblong sampai berkemeja, semua tak ada beda. Mereka bisa nyangkruk bersama menyatu dalam kepulan asap rokok, menyeruput kopi dengan harga yang sama, nikmat yang setara.
Warung kopi memang bukan tempat yang tepat untuk kamu yang ingin meneguk olahan kopi modern seperti machiato, frape, atau espresso, hanya kopi tubruk dengan harga yang sangat murah, ditemani penganan ringan, mie instan atau nasi tabokan.
Namun justru di situlah seninya cangkrukan di warung kopi, kastamu tak akan ditentukan dari apa yang kamu pesan, lha wong semua menu harganya cuma beda tipis. Kamu dipandang sebagai kamu di warung kopi, penilaian seseorang hanya berdasarkan dari caramu bersikap selama nyangkruk di warung kopi.
Warung kopi yang full asap rokok pun seperti surga bagi para pengudud mania, karena di sanalah, tempat perokok merasa diterima. Mereka bebas duduk di mana saja tanpa dibedakan oleh ruangan khusus perokok dan ruangan bebas asap rokok.
Si anak begajulan pun bebas bercanda ria, tertawa terbahak-bahak, mengeluarkan sumpah serapah, tanpa dianggap sebagai si biang keributan.
Jauh dari kesan nyaman memang, asap rokok, sumpah serapah, menu tradisional dan bangku kayu yang kaku, mungkin bukan untuk mereka yang menomorsatukan kenyamanan di atas segalanya. Karena warung kopi memang tak diciptakan untuk menyamankan tiap pelanggannya, tapi pelanggan sendiri yang menciptakan kenyamanan tersebut.
Dan mereka yang bisa menyamankan dirinya di warung kopi lah yang akhirnya betah berlama-lama cangkrukan, berdiskusi dengan sesama pelanggan, berbagi cerita dengan penjaga warung, sampai menemukan teman bahkan keluarga baru, dan akhirnya keranjingan nyangkruk lagi dan lagi.
Saat ini warung kopi tak hanya menjual kopi hitam sebagai menu utamanya, namun juga menjual aneka minuman instan dalam kemasan sachet, sehingga makna ngopi pun sekarang bergeser menjadi cangkruk atau nongkrong di warung kopi saja, meskipun minuman yang dipesan bukan kopi, namun sebutan untuk kegiatan tersebut tetaplah ngopi.
Jika angkringan Jogja selalu identik dengan kopi josnya, yaitu kopi yang ditambahkan bara arang ke dalam gelas, nah di Jawa Timur agak susah untuk menentukan kopi apa yang khas dari warung kopi di provinsi terbesar di pulau Jawa ini. Bukan karena Jawa Timur tak memiliki kopi andalan, melainkan justru karena hampir di tiap wilayah di Jawa Timur memiliki jenis kopi andalan yang berbeda.
Ada kopi kopyok dan kopi giras dari Gresik, yaitu kopi hitam yang ditumbuk kasar langsung oleh pembuat kopinya dengan alat tradisional, bukan dengan mesin giling. Kemudian dari seputaran wilayah Madiun dan Ponorogo, punya kopi cokot sebagai kopi khasnya, yaitu kopi hitam tanpa gula pasir yang cara menikmatinya adalah dengan menyeruput kopi kemudian menggigit potongan gula aren yang sudah disediakan sebagai pemanisnya.
Ada lagi budaya nyethe dari Tuluagung yang terkenal dengan kopi cethe dan kopi ijonya. Kopi cethe yang merupakan kopi hitam biasa namun cethe alias ampasnya sangat lembut, sama halnya dengan kopi ijo, namun bedanya kopi ijo merupakan kopi yang berasal dari campuran biji kopi dan kacang hijau. Ampas dari kedua jenis kopi ini lah yang digunakan untuk nyethe alias membatik atau menggambar di batang rokok. Kabarnya menghisap rokok yang sudah diberi cethe terasa lebih nikmat ketimbang rokok biasa.
Dari tetangga kota Tulungagung, Kediri, ada kopi racik yang berasal dari kopi hitam yang pembuatannya dicampur dengan rempah-rempah, resep turun temurun sejak kerajaan Kediri masih berjaya. Selain kopi racik, Kediri juga punya kopi dengan merk dagang berontoseno, yang saat ini mulai banyak dijual di supermarket besar serta memiliki berbagai macam jenis olahan yang dikemas berbeda-beda. Kopi Berontoseno ini memiliki rasa yang ringan dan tingkat keasaman yang sangat rendah, sehingga cocok untuk penikmat kopi pemula.
Toko kopi Berontoseno di Kediri |
Dari wilayah timur pulau jawa, ada kopi lanang dari Banyuwangi dan kopi ijen raung dari Bondowoso. Keduanya memiliki kualitas kopi internasional dan disebut-sebut sebagai salah satu kopi arabika terbaik di dunia.
Di Malang ada kopi Dampit yang konon katanya jenis kopi robustanya adalah terbaik di Jawa Timur, bahkan dunia. 90% dari hasil produksi kopi Dampit diekspor ke mancanegara. Salah satu merk dagang yang biji kopinya berasal dari kopi Dampit adalah kopi Sido Mulia yang tokonya berada di pasar Klojen, Kota Malang.
Kopi Sido Mulia merupakan kopi legendaris di Malang yang telah ada sejak tahun 1948. Kenikmatan kopi ini sudah terkenal di kalangan wisatawan lokal maupun internasional. Tak heran jika saat ini kopi Sido Mulia dijadikan sebagai salah satu oleh-oleh andalan dari kota Malang. Selain kopi robusta, Sido Mulia juga baru saja mengeluarkan produk kopi Arabika Premium yang biji kopinya juga berasal dari perkebunan kopi Dampit.
Masih banyak lagi kopi-kopi dengan keunikan dan kenikmatan berbeda yang berasal dari Provinsi Jawa Timur. Kondisi wilayah Jawa Timur yang banyak terdapat gunung api, membuat provinsi ini menjadi tempat yang tepat untuk budidaya tanaman kopi yang berkualitas. Namun sayangnya, pamor kopi dari Jawa Timur masih kurang dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Orang-orang lebih mengenal kopi Aceh, Sidikalang, Toraja, Wamena, dan Bali sebagai kopi berkualitas dari Indonesia. Cafe-cafe yang menjual kopi nusantara pun masih jarang yang memasukkan kopi Jawa Timur dalam menu mereka. Padahal kualitas kopi dari Jawa Timur sudah diakui ditingkat internasional dan mampu bersaing bahkan lebih unggul dari kopi nusantara lainnya. Inilah salah satu tugas pemerintah serta warga Jawa Timur untuk membuat kopi Jawa Timur mampu dikenal kualitasnya secara luas di Indonesia.
"Yuk, didiskusikan sambil ngopi, dulur.."
aku juga jadi ikutan tapi ya gitulah ala ala laah bikinnya cuma berapa jam wakakakk
BalasHapussuka postingmu ini
semoga menang ya kita
Cangkrukan sama dengan ngumpul kek angkringan
BalasHapus#okefix kamus perbahasajawatimuranku nambah
Koli yang paling jos iku yang item kentel, tanpa gula huahhha..tapi khas wedangan bapak bapak
saya bukan pencinta kopi tapi suami doyan ngopi jadi mau gak mau ikutan nyeruput kopi dikit-dikit hehe dan baru tau kalo kopi di Jawa timur banyak banget ya jenis kopi andalannya.
BalasHapusAku suka kopi, mau yg item, yg putih, yg coklat hihihhi. Aku penasaran sama proses pengolahan kopi, beberapa bulan lg aku juga mau berkunjung ke tmpt pengolahan kopi nih mba. I's so excited hihihihi.
BalasHapusbaca ini bneran jd kangen ama aceh.. dulu aku lama di sana mbak. tau sendiri org aceh mah suka bgtttt ngopi.. kayaknya tiap meter jalan pasti adaa aja warung kopi... aku trmasuk yg srg ngopi juga dulu.. tp skr lg berusaha keras utk berhenti.. apalagi sjk berhenti merokok... krn kopi ini trmasuk yg bikin aku kgn pgn ngerokok.. makanya utk bisa stop total dr rokok, mau ga mau kopi juga hrs di stop.. udh jarang bgt sih ngopi, tp sesekali ya nyoba juga apalagi kalo lg nagntuk berat :D
BalasHapusAku juga suka banget kopi Aceh mbak.. jadi ikutan kangen, hehe
Hapus