Minggu, 22 April 2018

Karena Tetap Waras Juga Butuh Energi


Saat hamil Nayla, saya sempat dilanda kekhawatiran berlebih karena takut gak bisa mengurus 2 anak sendiri. Lha wong punya anak 1 aja sering gak keurus apalagi kalau 2.

"Nanti kalau aku stress gimana? Jangan-jangan aku bakal bunuh anak-anakku karena Post Partum Depression?" pikiran-pikiran mengerikan terus menghantui kepala saya berhari-hari.

Takut bakal jadi salah satu ibu yang menghiasi headline berita karena membunuh anaknya, serangkaian rencana saya ajukan ke suami setelah saya lahiran nanti demi menjaga kewarasan. Dari niat memperkerjakan asisten rumah tangga, menyekolahkan Alif, hingga menggunakan jasa katering harian. Pokoknya gimana caranya beban pekerjaan saya bisa lebih ringan dan stress pasca melahirkan tak sempat menyambangi saya.

Nyatanya, hingga Nayla lahir tak ada satu pun dari rencana tersebut yang terealisasikan. Bukan karena ternyata mengurus 2 anak itu pekerjaan mudah,  melainkan ya kok malah bikin beban pikiran bertambah. Takut gak cocok sama asisten rumah tangganyalah, bingung siapa yang antar jemput kalau Alif sekolah, dan gak menemukan vendor katering harian di sekitar rumah saya yang pinggiran ini. Akhirnya mau gak mau ya saya lagi yang mengurus anak dan pekerjaan domestik sendiri.


Berat? Banget nget nget. Minggu-minggu awal setelah lahiran, minimal 4 buah koyo selalu menempel indah di badan saya. Setiap hari rentetan keluhan saya layangkan ke suami. Rumah berantakan pun sudah jadi pemandangan sehari-hari. Satu bulan, 2 bulan, hingga kini Nayla berumur 7 bulan, keadaan mulai membaik. Rumah jauh lebih rapi, saya mulai memasak makanan sendiri setelah sebelumnya selalu beli, cucian yang tadinya dipercayakan pada laundry sekarang lebih banyak cuci setrika sendiri.

Hal yang saya sadari adalah bukan jumlah anak yang membuat beban kita semakin berat tapi harus beradaptasi dengan kondisi barulah yang bikin semuanya terasa sulit. Tapi setelah kita sudah terbiasa dengan kondisi baru tersebut, semuanya jadi lebih mudah. Yaaa meskipun gak mudah-mudah banget juga sih, haha. Setidaknya banyak hal yang tadinya gak teratur jadi kembali pada jalurnya.

Di saya, ada beberapa hal yang membuat saya bisa beradaptasi dengan kondisi baru sebagai ibu beranak 2.

Kemampuan Multitasking

Julukan Master of Multitasking untuk para Mom dulu gak berlaku di saya karena kalau saya mengerjakan banyak hal sekaligus justru membuat semuanya keteteran. Tapi dengan kondisi memiliki 2 anak di mana otomatis jumlah pekerjaan makin banyak sedangkan waktu makin terbatas, mau gak mau multitasking jadi nama belakang saya juga.

Tentu saja multitasking yang ringan-ringan tapi efektif, gak sampai yang ekstrem macam tangan kiri untuk nyetrika sedangkan tangan kanan untuk memasak dalam satu waktu. Saya kan ibu-ibu biasa, bukan pemain akrobat.


Multitasking yang saya lakukan seperti masak air lebih banyak untuk memandikan Alif lalu lanjut memandikan Nayla, menyuapi Nayla sambil makan, mandi sambil nggosok kamar mandi, menunggu air panas sambil jemur baju, dan menyusui sambil update sosial media *eeaaa*. Yaah pokoknya yang bisa dikerjakan sekaligus harus langsung dikerjakan supaya tugas gak makin menumpuk.

Bantuan Suami

Yes, saya bukan wonder woman apalagi super mom. Oleh karena itu bantuan dari suami adalah hal yang saya butuhkan setiap hari, kalau bisa sih setiap saat.

Sesepele, suami main mobile legend sambil jaga anak aja deh, rasanya udah mengurangi beban banget. Apalagi kalau dibantuin pekerjaan domestik yang lain, duuh jadi makin wadidaw wadidaw *plak! Dasar alay*


"ketika seorang suami terlibat aktif dalam mengasuh anaknya, maka dia bukan sekedar sedang membantu tugas sang istri. Namun sebenarnya dia sedang melakukan tugasnya sebagai seorang ayah -  Dr Annisa Karnadi"

Suami saya sih termasuk yang mau membantu perkejaan domestik tanpa disuruh. Dari awal kami sepakat bahwa rumah tangga itu harus ada kerja sama yang solid antara suami dan istri, begitu pun untuk urusan anak. Kami sebagai orang tua memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengasuh mereka, lha wong bikinnya juga sama-sama. Gak kebayang kalau suami saya tipe yang gak mau tau soal rumah tangga dan anak, yang penting udah kerja cari nafkah, selesai. Duuuh, pasti lah saya bisa terkena depresi berkepanjangan.

Di sisi lain saya juga harus pengertian, karena suami sebagai pencari nafkah utama dan di rumah masih mau membantu istri maka saya juga harus memberinya waktu untuk dirinya sendiri sebagai stress relase. Belakangan saya sudah gak ngomel-ngomel lagi jika suami main game atau menonton tayangan favoritnya asal kebutuhan saya untuk me time juga sudah terpenuhi.

Pengelolaan Emosi

Meskipun sudah terbiasa dengan rutinitas baru, dan support system dari suami juga bagus tapi gak selalu hari-hari saya berjalan dengan baik-baik saja. Setiap saat selalu ada kejutan khususnya dari anak-anak yang sering kali membuat mood berantakan.

Dulu saya kira pengendalian emosi itu tergantung dari pola pikir kita, bagaimana kita mampu membawa sugesti positif dalam diri kita. Tapi ternyata pola pikir itu nomor sekian, yang utama adalah seberapa penuh energi kita. Berfikir jernih kan butuh energi, nah kalau energinya kosong ya disentil dikit langsung meledak. Bayangin aja kalau lagi lapar, kurang tidur, dan kelelahan bekerja, jangankan liat suami asik main game. Liat dia bernafas aja bawaannya mau ngamuk, haha lebay.

Saya pernah baca di salah satu akun parenting bahwa anak itu punya tangki emosional yang harus selalu orang tua penuhi dengan cinta agar emosinya terjaga. Nah, kalau tangki kita sendiri kosong, gimana mau bikin tangki anak penuh kan? Tangki Anak dan orang tua sama-sama kosong, ya jadinya chaos deh. Anak berulah kita marah-marah, anak ngamuk kita lebih ngamuk lagi, anak nangis kita juga ikutan nangis.

Oleh karena itu, saya berusaha juga untuk menjaga energi saya agar tetap full supaya bisa menghadapi segala problema parenting dan rumah tangga dengan kepala dingin. Sekarang di rumah sebisa mungkin harus sedia makanan ringan supaya kalau tanda energi mulai berkurang saya bisa segera mengisinya. Ibaratnya cemilan itu P3K lah, pertolongan pertama pada kelaparan.

Lebih bagus lagi kalau saya bisa dapat kesempatan untuk me time sambil ngemil, duuh ini surga banget. Gak cuma urusan perut yang terisi tapi juga pikiran jadi fresh kembali, double energi.

Me time ala saya sederhana aja, ngopi dan ngemil sambil main hape. Nah, salah satu cemilan favorit saya adalah Julie's Peanut Butter Sandwich.  Biskuit crunchy dengan isian peanut butter yang gurih. Gak cuma saya, suami dan anak-anak juga suka banget sama Julie's. Gak apa-apa deh mereka sukanya sama Julie's tapi cintanya sama saya, halah ngomong apa.


Sebagai seseorang yang bukan fans makanan manis, rasanya senang sekali bisa menemukan cemilan yang gurih tapi tanpa rasa asin apalagi kebanyakan micin. Selain itu selai kacang dikenal sebagai salah satu sumber protein dan lemak tak jenuh. Bagus banget untuk menambah energi.

Ngomong-ngomong, ada yang suka Julie's Peanut Butter Sandwich juga gak?

Julie's Peanut Butter Sandwich lagi mengadakan kompetisi foto berhadiah microwave, alat masak, dan voucher belanja jutaan rupiah lho. Info lebih lanjut ada di sini ya, http://bit.ly/BuahTanganPenuhCintaDariJulies 

For your information, Julie's ini diproduksi di Malaysia dan sudah mengantongi sertifikat halal dari MUI tapi kemasan yang beredar saat ini masih kemasan lama yang belum mencatumkan logo halal MUI. Info selengkapnya tentang Julie's Sandwich Peanut Butter bisa cek di akun facebook Julies Indonesia dan akun instagram @Julies.ind


Balik lagi ngomongin energi *duileh berasa menteri ESDM aja* jadi kalau energi sudah terisi, mengelola emosi tuh rasanya ganciill. Liat rumah berantakan, ya udah diberesin pelan-pelan. Anak numpahin susu di lantai yang baru dipel, ya udah ambil lap, bersihkan sama-sama. Rumah aman dan tentram, dipenuhi emoticon love. Coba kalau energinya lagi sekarat, duuh rumah udah kayak wahana roller coaster, teriak-teriak mulu.

Menjadi tetap waras saat mengasuh anak dan mengurus rumah itu berat, Dilan aja belum tentu kuat. Oleh karena itu kita harus pintar mengatur strategi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.











6 komentar:

  1. Akuuuuu, suka juga ama biskuit iniiii :D. Pokoknya slalu bli julie kalo nyetok cemilan bulanan :D. Dan aku cm sukanya ama rasa peanut butter mba. Rasa lainnya ga doyan :p. Tau biskuit ini pertamakali krn dibawaain mama. Sejak itu suka banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak.. Suamiku yang gak doyan biskuit-biskuitan langsung ketagihan sama Julie's

      Hapus
  2. Og podo ya jeung mer ahaha
    Masih untung ya para pak su kita walo dolanan henpun tp alhamdulilah disambi bisa nungguin bocil sementara kita ngerjain urusan domestik lainnya
    #tulll sekalian update status juga me time juga tu secrol secrol medsos hahahaaaa #yg penting kerjaan kelar

    O baru tau meski dijadiin cream isian dari si julies peanutnya ngandung protein juga haha
    Aku juga paling parno klo mikirin ppd takut ngehiasin salah satu headline berita, naudzubilah moga kita selalu waras ya jeung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya paling seneng kalau anak tidur, tambah bebas mau scroll-scroll sosmed, haha.

      Hapus
  3. Lah sama juga aku mikir mau katering, tapi kok ya jadi mahal dan takut gak cocok. Selama berbulan2 beli mulu, mertua jg jadi sering ngirimin makanan, tahu bangetlah mantunya gak mungkin masak. Tapi sekarang sudah membaik apalagi setelah praktek food pred, jadi lbh sering masak.

    BalasHapus
  4. Wah aku baru tahu biskuit ini, lha piye andalan anak2ku roma malkist coklat e. lain nek emak e, segala biskuit doyan hahaha. Intip2 minimarket deh ntar lihat produk ini

    BalasHapus

Hai, terimakasih sudah berkunjung. Komentar saya moderasi ya, capek cyiin ngehapusin komentar spam :D

Kalau ada pertanyaan, silahkan kirim email ke MeriskaPW@gmail.com atau Direct Message ke instagram @MeriskaPW, sekalian follow juga boleh :p